Perguruan tinggi
sebagai suatu institusi dalam masyarakat memlikiki ciri khas
tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Masyarakat
akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan
esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri
masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai berikut:
1. Menerima kritik: Ciri ini sebagai
suatu konsekuensi suasana dialogis, yaitu setiap insan akademik harus
senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
2. Menghargai prestasi Ilmiah/akademik:
Masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik,
yaitu prertasi dari suatu kegiatan ilmiah.
3. Bebas dari prasangka: Budaya
akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan
kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
4. Menghargai waktu: Masyarakat
intelektual harus senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan
seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
5. Memiliki dan menjunjung tinggi
tradisi ilmiah: Masyarakat akademik harus benar-benar memiliki
karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.
6. Berorientasi ke masa depan:
Masyarakat akademik harus mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah
ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan
rasional.
7. Kesejawatan/kemitraan: Masyarakat
ilmiah harus memiliki rasa persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan
suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu budaya akademik
senantiasa memegang dan menghargai tradisi almamater sebagai suatu
tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.
Pengembangan Hukum dan
HAM
Masyarakat ilmiah harus benar-benar
mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada
politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan
penguasa. Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh
berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang
pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Kampus sebagai Sumber
Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa indonesia
melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak
untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan
perundang-undangan.
Sesuai dengan
tertib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus seruai
dengan tertib hukum Indonesia. Berdasarkan tertib hukum Indonesia
maka dalam pengembangan hukum positif di Indonesia, maka dasar
filsafat negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi
pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan
juga Tap No. III/MPR/2000. Namun perlu disadari bahwa yang dimaksud
dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai
bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam penyusunan
hukum positif di Indonesia nilai Pancasila sebagai sumber materi,
konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilah
hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada harkat, martabat dan
kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II),
nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang
bertumgu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV),
dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan
(sila V).
Selain ini tidak kalah pentingnya
dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan realitas
kehidupan masyarakan dan rakyat adalah merupakan sumber materi dalam
penyusunan dan pengembangan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar