Jumat, 02 Mei 2014

Ciri Ciri budaya akademik

Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memlikiki ciri khas tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai berikut:
1. Menerima kritik: Ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis, yaitu setiap insan akademik harus senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
2. Menghargai prestasi Ilmiah/akademik: Masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prertasi dari suatu kegiatan ilmiah.
3. Bebas dari prasangka: Budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
4. Menghargai waktu: Masyarakat intelektual harus senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
5. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah: Masyarakat akademik harus benar-benar memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.
6. Berorientasi ke masa depan: Masyarakat akademik harus mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan rasional.
7. Kesejawatan/kemitraan: Masyarakat ilmiah harus memiliki rasa persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.

Pengembangan Hukum dan HAM
Masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa. Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.

Kampus sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.
Sesuai dengan tertib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus seruai dengan tertib hukum Indonesia. Berdasarkan tertib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif di Indonesia, maka dasar filsafat negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000. Namun perlu disadari bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai Pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilah hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang bertumgu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).

Selain ini tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan realitas kehidupan masyarakan dan rakyat adalah merupakan sumber materi dalam penyusunan dan pengembangan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar